Saat ini di wilayah Tuban banyak berdiri industri-industri besar. Bahkan dalam waktu dekat akan dibangun kilang minyak dengan nilai investasi yang cukup besar mencapai 100 triliun lebih. Tentunya keberadaan industri menumbuhkan harapan masyarakat dan pemerintah daerah akan meningkatnya kesejahteraan.
Tumbuhnya sektor industri menunjukkan Tuban sebagai daerah ramah terhadap investasi. Namun, apakah keberadaan industri, selain mendorong pertumbuhan ekonomi juga harus dipastikan membawa angin kesejahteraan warga Tuban ? Mengapa penting memastikan banjirnya industri harus berbanding lurus dengan kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya.
Pertama, keberadaan industrialisasi membawa perubahan social cukup besar. Seperti perubahan pola pikir dari agraris menjadi pola pikir industrialis berbasis tehnologi. Selanjutnya terjadi pengurangan sumber kehidupan menjadi basis mata pencaharian sebagian masyarakat. Seperti berkurangnya lahan pertanian. Sehingga masyarakat butuh beralih mendapatkan pendapatan tambahan. Dan, itu bukan pekerjaan mudah jika penyerapan tenaga sector industri mensyaratkan keahlian khusus.
Kedua, Pemkab Tuban memiliki tantangan pembangunan yang cukup besar, yaitu kemiskinan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, Kabupaten Tuban Menjadi salah satu daerah yang masuk “Zona Merah” kemiskinan di Provinsi Jawa Timur.
Pada 2014 jumlah penduduk miskin di Tuban sebesar 191,10 jiwa atau 16,64 % dari total penduduk. Selain kemiskinan, pengurangan ketimpangan juga harus menjadi prioritas. Karena berubahnya Tuban menjadi Kota Industri menjadi penyebab semakin melebarnya ketimpangan. Walaupun itu bukan menjadi penyebab utama. Hal ini sebagaimana dikatakan Stiglitz, pasar dan tehnologi melalui hukum permintaan dan pasokan ikut menyumbang ketimpangan.
Perkembangan industrialisasi berbasis tehnologi akan berkerja melalui mekanisme pasar. Dimana orang dengan ketrampilan tinggi akan mendapatkan pendapatan yang tinggi. Sebaliknya tidak memiliki keahlian dan ketrampilan, akan memiliki keahlian yang rendah.
Berdasarkan angka gini rasio Kabupaten Tuban sebesar 0,29 pada tahun 2015 mengalami kenaikan disbanding tahun 2014 sebesar 0,24. Data tersebut menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan masyarakat semakin melebar. Naiknya angka gini rasio, harus menjadi peringatan pemerintah daerah untuk segera mengevaluasi skema kebjakan pembangunan.
Instrument kebijakan cukup strategis melalui alokasi anggaran daerah dengan memprioritaskan pendanaan program-program peningkatan akses masyarakat, terutama masyarakat miskin terhadap pelayanan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.
Juga akses permodalan yang mudah bagi masyarakat terutama perempuan menjadi cukup penting agar mampu meningkatkan pendapatan melalui usaha mandiri. Tidak jarang banyak perempuan terutama di desa masih terjebak rentenir untuk mendapatkan pinjaman modal dengan bunga yang cukup tinggi.
Karena persoalan kemiskinan dan ketimpangan bukan menjadi tanggungjawab pemerintah saja, meninggat sumberdaya yang dimiliki pemerintah cukup terbatas. Karena itu keterlibatan banyak pihak diperlukan. Seperti sector swasta, potensi sumberdaya yang dapat dikelola seperti dana Coorporate Social Responsibilty (CSR).
Berdasarkan kajian FITRA Jatim, besaran CSR di Tuban mencapai Rp. 400 miliar dan itu setara dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimiliki oleh Kabupaten Tuban. Sayangnya, potensi sumberdaya yang cukup besar itu belum mampu secara signifikan berkontribusi terhadap penurunan angka kemiskinan.
Ironisnya, wilayah-wilayah dekat dengan industri justru menjadi kantong-kantong kemiskinan. Kajian FITRA Jatim menunjukkan, selain persoalan tata kelola CSR belum transparan dan akuntabel, juga belum berjalannya sinergi antara CSR dengan rencana pembangunan daerah. Kedua persoalan tersebut menjadikan CSR belum secara efektif berkontribusi terhadap kesejahteraan warga.
Sudah saatnya pemerintah daerah dan sector swasta meningkatkan sinergi memaksimalkan sumberdaya bersama-sama memfokuskan penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan. Apabila tidak segera diatasi akan menjadi bom waktu timbulnya masalah social lainnya.
Karena akar masalah social sejatinya adalah ketidakadilan. Pemerintah daerah melalui APBD harus meningkatkan alokasinya mendanai program-program peningkatan akses layanan dasar masyarakat. Juga akses permodalan bagi pelaku usaha kecil menengah. Serta mulai memikirkan ada tunjangan tunai bagi warga usia lanjut. Dan CSR harus menyinergikan program-program guna mendukung tujuan pembangunan daerah.
0 Response to "Industrialisasi dan Kemiskinan di Tuban"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.